Namanya Lolita nindya. Kami
memanggilnya Loli. Ia anak baru di kelas kami. Kulitnya putih rambutnya panjang
tergerai. Hobinya memakan permen. Setiap hari ia selalu membawa sebungkus penuh
permen yang berisi banyak biji. Entah permen karet, permen keras, permen empuk
atau pun lollipop yang jarang dijual di toko semuanya ia suka dan sudah pernah
merasakannya. Sifatnya yang bersahabat membuat kami mudah berteman dengannya.
Walaupun murid baru, ia seperti teman yang sudah lama kami kenal. Kebiasaan
mengunyah permen saat jam pelajaran atau membuang permen karet sembarangan
seperti sudah menjadi kegiatan rutin harian.
Berulang kali kami menasihati bahkan memarahi
tetapi… GAGAL! Bahkan, rahangnya sudah pernah di operasi karena robek.
Lolintang sungguh bukan gadis yang gampang di lupakan. “kalian mau???” tanya
Loli sambil berteriak. Sungguh memalukan. Saat ini adalah jam istirahat. “aku
mau!” kataku sambil bersemangat. “silahkan!” ucapnya menyodorkan sebungkus
permen. Aku mengambil dua. Lalu diikuti temanku yang lain. setiap melihat Loli,
aku seperti memiliki semangat hidup yang baru. Ya, dia mirip adikku, nama adiku
Radisa, ia meninggal satu tahun lalu karena kecelakaan. Wajahnya,
tingkahlakunya, dan rasa ingin tahunya yang besar, mereka seperti satu. Karena
itu aku tak ingin kehilangan Loli. “hei! Kamu ngelamun aja!” kata gadis
itu. aku kikuk. “eh, enggak!” lalu ia tersenyum dan duduk di sebelahku. Sambil
melihat bunga-bunga di taman sekolah dia mencoba bertanya…? “Apa kamu ada
masalah?” tanyanya sambil tersenyum. Aku menggeleng. “Bohong!” aku tersentak
kaget. Dari mana dia tahu aku sedang ada masalah? Dengan gayanya yang khas dia
membujukku untuk memberitahunya. Sebenarnya, sangat berat jika harus
memberitahukan ini kepada orang lain. ini tentang aku dan orang tuaku. “Kamu
tidak mau cerita ya? Ya sudah.” Ucapnya agak kecewa. “Kata mamaku, kalau kita
punya masalah kita harus cerita! Kita harus keluarkan beban itu dari diri kita!
Biar lebih ringan dan tidak pusing lagi!” ucapanya. Benar juga katanya. “Kalau
aku cerita, nanti kamu bilang sama teman yang lain,” ia menggeleng. Baik aku
akan cerita padanya. “sejak kematian adikku. . . ayah dan ibu selalu
bertengkar. Ibu selalu menyalahkan kematian
karena Ayah. . .” aku mulai bercerita. “adik kamu umur berapa?
Memangnya, gara-gara apa dia meninggal?” tanyanya hati-hati. “umurnya enam
tahun. Radis meninggal karena kecelakaan motor. Waktu itu, aku, Radisa dan Ayah
baru pulang dari Toko Candy.
Saat perjalanan pulang sebuah truk dari arah
berlawanan ngebut dan tiba-tiba menabrak kami…” aku mulai menangis. Setiap kali
mengingatnya, aku selalu mengeluarkan air mata. Tiba-tiba Loli mengusap
punggungku dan erkata “ kamu yang sabar ya...? aku hanya bisa mengangguk.
“nyawaku dan ayah memang selamat, kami hanya luka ringan. Tapi, lintang . . .
dia mental sangat jauh dari tempat kami ditabrak…” “hingga akhrinya dia pergi
untuk selamanya.” Loli sangat setia mendengar ceritaku tanpa bosan. “sejak itu
Ibu dan Ayah selalu bertengkar. Ibu stress! Mungkin sekarang ia lupa kalau
masih punya aku. Sekarang pun, ayah jarang pulang…” aku tak sanggup meneruskan
ceritaku. Sungguh pedih hidupku. Tetapi, benar saja, rasanya beban yang selama
ini aku bawa, hilang sudah! Ringan sekali rasanya. “Kamu yang sabar, ya!” dan
dukungan-dukungan lain tak habis diucapkan oleh loli. Mungkin ia sahabat
sejatiku dan pengganti adikku.
Sejak saat itu, kami
bersahabat. Hidupku bahagia bersamanya. Hingga suatu hari kami bermusuhan.
Suatu hari, saat kami sedang berbincang bersama teman-teman di kantin sekolah,
entah disengaja atau tidak ia mengungkap semua rahasiaku. “abdi, kamu kan
broken home ya?” tanyanya langsung serasa menusukku. Lalu ia menutup mulut.
Sungguh, rasanya sakit sekali di kecewakan dengan sahabat sendiri. Kenapa aku
bisa mempercayainya?? Sudah tau dia itu asal bicara! Bodoh! Bodoh! Bodoh!
Sekarang aku tidak punya rahasia lagi. Karena rahasiaku sudah terbongkar
sekarang! Semua sudah tahu kalau aku broken home! Hampir tak ada yang mau
mendekatiku. Loli sibuk memperbaiki suasana yang tak akan berubah. Ia juga
selalu datang padaku untuk meminta maaf.
Tetapi, aku sudah sangat kecewa padanya.
Kini aku anak paling malang sedunia! Memang sih, tidak ada lagi yang berjaga jarak padaku, perlahan
aku juga sudah dapat menerima Loli lagi. Aku sadar, aku tak bisa menutupi semua
ini terlalu lama, tanpa ku beritahu pun teman-temanku yang lain pun pasti tahu.
Dari caraku yang benci rumah, atau tak suka jika membicarakan tentang orang
tua. Seperti saat sedang berkemah 3 hari 2 malam yang diadakan Pramuka di
sekolahku, disaat teman-temanku yang lain merindukan rumah dan orang tua
mereka, aku malah senang berada disana. Padahal keadaan disana sangat menyiksa.
Jika mandi harus mengantri, jika malam kedinginan. Tetapi, jujur saja, aku
menyukainya. Saat-saat kami bersama. Suasananya sangat
kekeluargaan. “abdi . . . maafin aku ya..!!” mohon loli, abdi
pun memaafkan. Sudah satu bulan sejak kejadian itu, aku mengacuhkannya. Saat
ini jam pulang sekolah sudah berdentang. Rencananya, aku akan pergi ke Toko
Candy, kalian tahu Toko Candy? Toko itu toko yang paliiiiing aku suka! Disana
dijual berbagai macam permen. Entah produksi dalam negri atau pun luar negeri
semua dijual disana! Aku sering pergi kesana. Mengobati rinduku dengan lintang
dan Loli. Diam-diam aku kan juga kangen sahabatku itu. selain itu, disana juga
dijual berbagai macam cokelat. Aku sangat menggilai cokelat. Bagiku, cokelat
segalanya! Ia lebih baik dari seorang sahabat. Karena, jika aku makan cokelat
rasanya aku dapat melupakan sejenak bebanku. Rencananya aku akan memberikan
Loli sebuah permen Lolipop yang sangaaat besar! Pasti ia akan senang. tapi,
entah kenapa perasaanku tidak enak. Masa bodo ah!
Dijalan, aku melihat Loli berjalan sendirian. Itu bukan arah rumahnya! Apa mau
kerumahku? Ah! Tidak mungkin! Aku jadi tidak sabar untuk sampai ke Toko Candy.
Loli… tunggu kejutanku! Hahaha… Akhirnya aku membeli permen lollipop di took
candy seharga dua puluh ribu. Aku pun segera menuju rumah Loli. Tetapi. . . aku
melihat gadis yang dikuncir dua dan memakai tas berwarna pink duduk di tepi
jalan seperti sedang nunggu angkutan umum. Wajahnya murung sekali! Wajah itu
seperti … Lolita! “Lolita!” panggilku setengah berteriak. Sontak, Loli
langsung tersenyum kepadaku. Aku melambaikan tangan padanya. Dia membalas
lambaian tanganku. Wajah murungnya berubah menjadi ceria. “tunggu aku disana ya!!!”
teriaknya. Loli… sungguh! Aku merindukan suara itu. lalu ia menyebarang. Tetapi
. . . “Aaaaaaaaaa…” teriaknya histeris. Sebuah mobil hitam menghantam
tubuh kecilnya. Aku teriak meminta pertolongan. Tangisku meluap. Seluruh warga
sekitar segera mengerubungi Loli yang bersimbah darah. Sungguh tragis. Lalu ia
di bawa ke Rumah Sakit terdekat. Aku segera menghubungi kedua orang
tuanya.
Dua jam setelah berada di ruang ICU,
nyawa Loli tak dapat tertolong. Darah dari dahinya tak berhenti mengalir. Loli
sahabatku… sungguh aku menyesal… menyesal… aku menangis sejadi-jadinya di
samping mayatnya. Ini semua salahku! Kenapa aku tak memaafkannya! Kenapa aku
membiarkannya sedih! Sungguh, aku menyesal! Aku segera menghampiri kakak Loli.
Kurasa ia berumur 14 tahun. “Kakak… maafkan aku!” ucapku lemah. Ia
mengangguk. “Bukan salahmu, Dik!” ucap pria bernama rendi itu. “ini semua
salahku, Kak! Loli meninggal karena aku! Aku penyebabnya!” Kak Rendi mengeleng
keras dan memelukku. “ini takdir. Tuhan telah mengatur semuanya,” ucapnya. Kami
menangis sesengkukan di pojok ruangan itu hingga menjelang pagi… Satu
bulan sejak kematian Loli, aku masih suka menyesal. Menghukum diriku yang bodoh
ini. Hampir tiap hari aku mengunjungi makam sahabatku itu. setiap mengunjungi
peristirahatan terakhirnya, aku selalu membawa sebuah permen lollipop. Yang
kini jumlahnya sudah puluhan. Aku tahu itu tak cukup untuk permintaan maaf.
Tetapi, aku tak tahu apa yang harus ku lakukan. Aku
bersyukur, di saat-saat terakhirnya, aku sudah dapat memaafkan dan meminta
maaf kepadanya. Dan aku bersyukur akulah yang melihat senyum manisnya
untuk yang terakhir. Selamat jalan Cantik… Engkau boleh
tiada, tetapi semangatmu terus berkibar dalam hatiku. Aku akan selalu
mengenangmu… untuk selamanya
Unsur
intriustik :
Tema
: Kegemaran ( suka makan permen )
Alur
: Maju ( karena menceritakan dari awal sampai akhir cerita )
Sudut
Pandang: Orang pertama< karena menggunakan kata “aku “.
Setting
: -Di kelas (Kebiasaan
mengunyah permen saat jam pelajaran atau membuang permen karet sembarangan
seperti sudah menjadi kegiatan rutin harian)
-Di
Taman Sekolah ( Sambil melihat bunga-bunga di taman sekolah dia mencoba
bertanya…? “Apa kamu ada masalah?” tanyanya sambil tersenyum )
-Di
Kantin Sekolah ( hari, saat kami sedang berbincang bersama teman-teman di
kantin sekolah, entah disengaja atau tidak ia mengungkap semua rahasiaku.
“abdi, kamu kan broken home ya? )
-Di
Tempat Perkemahan ( Seperti saat sedang berkemah 3 hari 2 malam yang diadakan
Pramuka di sekolahku, disaat teman-temanku yang lain merindukan rumah dan orang
tua mereka, aku malah senang berada disana )
-Di
Toko Candy(Akhirnya aku membeli permen lollipop di took candy seharga dua puluh
ribu
-Di
Rumah Loli (. Tetapi. . . aku melihat gadis yang dikuncir dua dan memakai tas
berwarna pink duduk di tepi jalan seperti sedang nunggu angkutan umum )
-Di
Rumah Sakit ( Dua jam setelah berada di ruang ICU, nyawa Loli tak dapat
tertolong )
-Di
Makam ( Hampir tiap hari aku mengunjungi makam sahabatku itu. setiap
mengunjungi peristirahatan terakhirnya, aku selalu membawa sebuah permen
lollipop )
Penokohan :
Aku : Mudah berteman, baik hati,
Loli : Mudah berteman dengan siapa
saja, baik hati, suka merenung, pemaaf.
Abdi : Pemaaf
Rendi : Pemaaf, bijaksana
Amanat : Kita sebagai manusia
hendaklah saling memaafkan sebelum terlambat, apalagi sesame teman. Karena
dengan maaf pertemanan kita akan semakin erat bahkan akan menjadi saudara.
Semakin banyak saudara di samping kita akan semakin tentram dan nyaman hidup
kita untuk menuntut ilmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar